Rasa-rasanya PNS dan kebobrokan itu sudah berkawan karib sejak lama. Dan kami menolak perkawanan karib itu berlanjut. Sepenuhnya percaya bahwa masih banyak PNS yang cerdas, mau berkembang, tidak bekerja gitu-gitu aja, dan benar-benar punya niat memberi lebih bagi bangsa.

Bermula dari obrolan keresahan di kafe, berteman sepiring makan siang dan segelas jus buah, tercetuslah pikiran untuk melakukan sesuatu yang akan bermanfaat bagi PNS. Untuk terus berkembang tidak bisa kami hanya melulu bercumbu dengan rutinitas. Kami harus belajar. Dari manapun, dari siapapun. Jadi, kenapa tidak membuat sebuah wadah yang memfasilitasi itu?

Instansi kami bukannya tidak memberi kesempatan untuk belajar. Sebelumnya sudah pernah diadakan kelas public speaking, pemasaran, dan pariwisata berkelanjutan. Yang jadi persoalan, kelas tersebut tidak bisa diakses bebas. Tidak semua yang mengikuti punya antusiasme besar, sebaliknya yang punya antusiasme besar bisa mengikuti.

Berenam, kami merancang sebuah wadah untuk itu. Untuk kami belajar, untuk bertukar pikiran, untuk barter ilmu, untuk berjejaring. Tercetus sejak Agustus, tapi wujud nyatanya baru ada saat Januari sudah hampir berlalu.

Kelas perdana kami putuskan untuk belajar public speaking. Sederhana saja alasannya, kemampuan bicara di depan massa penting. Sebagus apapun ide di kepala tidak akan jadi berguna jika mulut dan segenap tubuh tak mampu menjadi penyampai. Baik untuk presentasi, pembukaan, atau berjualan. Gagal membuat pendengar menangkap maksud kita tak lebih baik daripada memendam maksud itu.

Langkah kami dimulai dari yang kecil. Tentu sulit mengundang orang sekelas Panji Pragiwaksono atau Tjokroaminoto. Nama terakhir sulit diakses, nama kedua sudah lama masuk pekuburan. Tapi kami berhasil membujuk Kak Putri Lestari. Keberhasilannya membuat ide besar SabangMerauke tersampaikan ke juri IdeaFest bukanlah satu hal yang bisa diremehkan. Dan terbukti di kelas perdana.

Kak Putri mengajarkan cara bicara di depan publik dengan santai. Tanpa jarak, tanpa niat menggurui. Suasana santai dan asyik. Satu per satu peserta yang hadir maju untuk praktek. Ide-ide di kepala harus ditumpahkan oleh mulut. Tangan juga segenap tubuh harus bergerak meyakinkan. Itu kelas yang menyenangkan.

Ah iya, ada 14 orang yang hadir di kelas perdana itu. Semuanya PNS. Tidak insan pariwisata saja, ada pula insan kesehatan yang datang. Kelas ini memang selalu dipromosikan ke para PNS. Yang terdekat tentu rekan-rekan insan pariwisata, tapi insan bidang lain pun kami ajak. Bahkan mereka yang bekerja di luar pemerintahan pun dipersilakan, namun dengan pembatasan. Bukan karena pelit, namun agar sesuai koridor awal yaitu sebagai wadah belajar PNS.

Praktek :D

Praktek 😀

Langkah pertama :)

Langkah pertama 🙂

Kehadiran insan bidang lain dan yang di luar pemerintahan justru disukai. Dengan begitu teman bertambah dan jejaring semakin luas. Syukur pula jika ada yang berjodoh …

Sudah 400 lebih kata tersusun tapi nama wadah ini malah belum disebut. Baiklah jika pembaca memaksa. Kami menyebutnya Encourage Club. Agar keren, sedikit filosofi akan dituangkan di sini.

Disebut encourage karena wadah ini diharapkan bisa mendorong PNS untuk mau dan mampu mengembangkan diri. Jika kapasitas dan kapabilitas PNS meningkat, keluarannya tak lain tak bukan bangsa yang semakin maju. Saya pribadi menyukai pemikiran dan perkataan Ahok, bahwa masih banyak PNS yang bagus.

Disebut club karena kami berenam tak ingin wadah ini eksklusif milik kami. Dengan menjadikan ini klub, kami ingin lebih banyak orang terlibat. Keterlibatan menghasilkan rasa kepemilikan. Rasa kepemilikan menimbulkan kasih sayang. Kasih sayang berujung di pelaminan. Pelaminan jadi titik mula untuk saling menjaga dan merawat. Dan apa apa yang terawat usianya lama.

Maka ketika kelas kedua berjalan pertengahan Maret ini, ada rasa senang. Senang karena tidak terhenti di kelas perdana. Senang karena mereka yang di luar pemerintahan berkenan hadir. Lebih senang lagi karena rekan-rekan PNS mau datang lagi dan memberi masukan.

Teh Annisa Potter bersedia menjadi pembicara di kelas yang bertajuk “Tourism Beyond Sightseeing”. Si teteh mengisahkan perjalanannya ke 21 negara dalam lima tahun. Perjalanan yang tak melulu mengagumi pemandangan. Lebih dari itu, Teh Potter memberi gambaran mengapa kota ini ramai turis, bagaimana danau kota itu dirawat, juga bagaimana sebuah bekas tempat pembantaian diubah jadi lokasi wisata sejarah.

Di senja acara, ganti Teh Potter yang bertanya beberapa hal tentang kantor kami. Tentu saja menyenangkan bisa memberi gambaran kondisi pariwisata Indonesia saat ini, sesuai pengetahuan kami yang terbatas. Ada terselip beberapa ide cara berpromosi Wonderful/Pesona Indonesia yang semakin baik. Ini menggembirakan.

Men-cerah-kan

Men-cerah-kan

Semakin menggembirakan karena ada masukan mengenai siapa yang selanjutnya layak diundang sebagai pembicara. Bahkan ada pula masukan dalam hal pendanaan. Segala jenis masukan dibutuhkan untuk – seperti yang sudah dibilang di atas – merawat bersama klub ini.

Kelas ketiga, keempat, dan seterusnya harus ada. Dan semoga lebih banyak orang yang datang. Semakin banyak masukan dan usulan. Terus bertambah orang yang bersedia hadir membagi ilmu. Klub ini, kami para PNS, hukumnya fardhu ain untuk terus dapat nutrisi.

Jakarta, 24 Maret 2016

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s